Peran Manusia dalam Sejarah

oleh kelompok 4, IPS 2/B

Bab I

Pendahuluan

 

1.1 Latar Belakang

Upaya sejarawan dalam merekonstruksi masa lalu mulai mendapatkan kendala ketika sumber penelitian yang didapat tidak dapat menjelaskan secara penuh suatu peristiwa yang pernah terjadi. Ini adalah tugas sejarawan untuk dapat melengkapi dengan penafsiran mengenai kejadian-kejadian yang hilang tersebut. Meskipun demikiam juga harus tetap berusaha menulis dengan sebenar-benarnya (obyektif). Penafsiran sejarawan (subyektif) tetap sangat diperlukan.
Subyektivitas adalah kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil parasaan atau pikiran manusia. Sementara itu obyektivitas adalah usaha mendekatkan diri pada obyek atau dengan kata lain berarti bertanggung jawab pada kebenaran obyek. Seorang sejarawan dalam merekonstruksi sejarah, harus mendekati obyektivitas, karena akan didapat gambaran rekonstruksi yang mendekati kebenaran.

Dalam merekonstruksi masa lalu suatu peristiwa sejarah diperlukan bukti-bukti sejarah atau lebih tepatnya fakta sejarah. Fakta atau peninggalan sejarah itu disebut obyek, baik yang bersifat artifak maupun yang berujud dokumen tertulis. Dalam suatu peninggalan sejarah, seorang sejarawan menggunakan analisis dan penafsirannya. Di sinilah akan muncul subyektivitas dalam penulisan sejarah. Dia berusaha untuk bersifat interpretative (yang menerangkan mengapa dan bagaimana peristiwa terjadi dan saling berhubungan) maupun bersikap diskriptif (yakni menceritakan apa, bilamana, dimana terjadi dan siapa yang ikut serta didalamnya).

Sehingga dalam penulisannya lebih bermakna. Dalam merekonstruksi suatu peristiwa sejarah tidaklah akan untuk sebagaimana peristiwa itu terjadi dimasa lampau. Hal ini disebabkan karena banyaknya hal atau rangkaian peristiwa yang hilang atau memang sengaja dihilangkan. Karena alasan itu juga, penafsiran dari seorang sejarawan sangat diperlukan untuk menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Sehingga mendekati kebenaran. Dari sini dapat dilihat bahwa suatu penulisan atau perekonstruksian peristiwa sejarah itu tidak dapat lepas dari unsur subyektivitas. Karena dalam penulisan sejarah itu tidak dapat obyektif seratus persen. Dalam penulisan sejarah, seseorang tidak dapat melepaskan subjektifitasnya. Salah satu unsur subjektifitas yang paling dominan dan sulit dielakkan adalah pengaruh dari zamannya (zeitgeist).

Setiap sejarawan memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap peninggalan-peninggalan sejarah dan kesaksian dari pelaku sejarah. Dimisalkan saja, suatu peristiwa sejarah seperti sebuah gelas kaca yang masih utuh dan bagus. Ketika gelas itu jatuh kelantai maka pecah berkeping-keping. Anggap kepingan-kepingan gelas tersebut sama dengan kepingan-kepingan peristiwa sejarah. Tugas sejarawanlah untukmengumpulkan kepingan-kepingan peristiwa sejarah yang hilang tersebut. Setelah kepingan-kepingan pecahan gelas tersebut terkumpul dan kemudian disusun, pasti ada bagian dari pecagan gelas tersebut yang hilang. Ini juga sama dengan peristiwa sejarah yang kehilangan pecahan-pecahan peristiwa. Sehingga diperlukan analisis dari seorang sejarawan untuk mengisi kekosongan peristiwa tersebut untuk menghubungkan peristiwa sejarah yang satu dengan yang lain sehingga utuh dan mendekati kebenaran (obyektif).

1.2 Rumusan Masalah

            Beranjak dai hal di atas maka dalam makalah ini akan membahasn tentang peran manusia dalam sejarah serta historisasi manusia.

1.3 Tujuan Penuisan

            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca memahi peran manusia dalam sejarah dan memahai historisasi manusia dalam sejarah. Karena kita hidup dalam sejarah.

 

 

 

 

 

 

 

Bab II

Pembahasan

 

2.1 Peran Manusia dalam Sejarah

Manusia dalam proses sejarah selalu menempatkan diirnya sebagai objek sekaligus subjek sejarah. Keberadaan manusia sebagai makhluk sejarah, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan manusia menciptakan dunianya. Heraty mengungkapkan, bahwa manusia mampu menciptakan dunia kultural, suatu Lebenswelt. Melalui kemampuan merenung yang dimiliki manusia dapat menciptakan dunia Eigenwelt, dunia batin. Melalui dimensi Eigenwelt, manusia tidak hanya dapat mengambil jarak dengan sesuatu di luar dirinya. Manusia juga dapat mengambil jarak dengan dirinya sendiri.

Selanjutnya Bertens mengatakan bahwa kemampuan manusia menyadari dirinya sebagai makhluk sejarah tidak dapat terlepas dari kemampuan intrinsic yang dimilki oleh manusia. Manusia mampu dan berani mempertanyakan mengapa dirinya menjadi manusia. Sedangkan binatang atau tumbuhan tidak pernah menanyakan eksistensinya sebagai binatang dan atau tumbuhan. Kesadaran akan eksistensi tersebut menjadikan manusia punya peluang aktif dalam proses sejarah. Untuk itu sejarah merupakan hak prerogratif manusia.

Historisitas menunjukkan bahwa segala peristiwa yang dialami manusia selalu berada dalam konteks ruang dan waktu. Manusia tidak hanya berada dalam ruang dan waktu melainkan manusia juga mampu me-ruang. Manusia tidak hanya berada dalam deretan perubahan waktu, melainkan juga mampu me-waktu. Dalam masyarakat yang menyadari akan historisitas, nasib manusia tidak diletakkan dalam tangan pihak eksternal semata. Manusia menyadari bahwa nasibnya sangat ditentukan oleh bagaimana kiprah perjuangan manusia dalam mengarungi kehidupan yang sebenarnya. Kesadaran akan dirinya sebagai subyek sejarah mulai menonjol. Dirinya merasa bahwa manusia bukan hanya produk sejarah, melainkan juga pembuat sejarah.

Pada saat tokoh besar menggunakan pengaruh yang sangat menentukan dalam sejarah, sebenarnya pengaruh mereka masih sangat terbatas. Pilihan mereka dibatasi oleh keadaan sejarah, paling tidak aspek ruang dan waktu. Tidak ada penguasa atau pemimpin yang dapat mendorong orang banyak dan mengubah cara tanpa menggunakan beberapa macam instrument yang menekan dan mempengaruhi system yang mengorganisir kekuasaan. Realitas sosial mungkin banyak dipengaruhi oleh sang pemimpinnya, namun sang pemimpin sendiri tidak dapat menghiraukan pola dan aturan yang sedang berlangsung. 

2.2 Manusia sebagai Objek sejarah

Objek sejarah yaitu perubahan atau perkembangan aktivitas manusia dalam dimensi waktu (masa lampau). Waktu merupakan unsur penting dalam sejarah. Waktu dalam hal ini adalah waktu lampau sehingga asal mula maupun latar belakang menjadi pembahasan utama dalam kajian sejarah. Untuk lebih memahami bacalah cerita tentang Sultan Agung Menyerang VOC di Batavia.

Sultan Agung (memerintah 1613-1646), raja terbesar dari Mataram, menggantikan ayahandanya, Panembahan Seda (ing) Krapyak, setelah ayahandanya ini wafat pada tahun 1613. Dalam kenyataannya dia tidak memakai gelar sultan sampai tahun 1641; mula-mula dia bergelar pangeran atau panembahan dan sesudah tahun 1624 dia bergelar susuhunan (yang sering disingkat sunan, gelar yang juga diberikan kepada kesembilan wali). Namun demikian, disebut Sultan Agung sepanjang masa pemerintahannya dalam kronik-kronik Jawa, dan gelar ini biasanya dapat diterima oleh para sejarawan.

Bagian yang paling bersejarah dalam masa Mataram islam ini adalah perlawanannya terhadap kebijakan monopoli VOC di Batavia (Sunda Kelapa). Sebelumnya kota ini bernama Fatahillah, kemudian berganti menjadi Jayakarta, pada masa VOC diganti menjadi Batavia dan setelah merdeka dirubah lagi menjadi Jakarta sampai sekarang ini.

Merebut Batavia dari tangan VOC tidaklah mudah, mengingat jauhnya jarak dari Mataram (Yogyakarta) ke Batavia (Jakarta). Jarak yang harus ditempuh pasukan Mataram selama 90 hari perjalanan. Membutuhkan persiapan yang harus matang. Persediaan logistic pangan dan air minum harus mencukupi. Untuk itu harus membentuk daerah-daerah lumbung pangan bagi tentara Mataram sebelum pertempuran sebenarnya terjadi.

Karawang yang merupakan daerah yang masih hutan belantara dan berawa-rawa rencananya akan dibentuk menjadi lumbung pangan tersebut. Daerah ini pada Abad XV adalah tempat ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusup Idofi dari Champa yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro yang mendukung terhadap perjuangan melawan VOC. Sebagian besar masyarakat Karawang pada masa itu adalah seorang santri yang menjadi petani. Kondisi masyarakat dan geografis Karawang sangat cocok untuk mendukung serangan ke benteng-benteng VOC di Batavia.

Keberadaan daerah Karawang juga telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Daerah Bogor, karena Karawang pada masa itu merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan Galuh Pakuan yang berpusat di Daerah Ciamis.

Luas Wilayah Kabupaten Karawang pada saat itu, tidak sama dengan luas Wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada waktu itu luas Wilayah Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Purwakarta, Subang dan Karawang sendiri .

Setelah Kerajaan PaJajaran runtuh pada tahun 1579 Masehi, pada tahun 1580 Masehi berdiri Kerajaan Sumedanglarang sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun. Kerajaan Islam Sumedanglarang, pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan,Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Ranggagempol Kusumahdinata.
Ranggagempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumendanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengakui kekuasaan Mataram. Maka pada Tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan kerajaan Sumedanglarang di bawah naungan Kerajaan Mataram.

Ranggagempol Kusumahdinata oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati (Wadana) untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, disebelah Barat Kali Cisadane, disebelah Utara Laut Jawa, dan disebelah Selatan Laut Kidul.

Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat, dan sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, Putra Prabu Geusan Ulun.

Pada Tahun 1624, Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung, Jawa Timur untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000 Prajurit dengan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membentuk Karawang sebagai pusat logistic pangan sebagai persiapan melawan VOC di Batavia dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.

Langkah awal yang dilakukan Aria Surengrono adalah dengan mendirikan 3 (tiga) Desa yaitu Waringinpitu (Telukjambe), Desa Parakansapi (di Kecamatan Pangkalan yang sekarang telah terendam Waduk Jatiluhur) dan Desa Adiarsa (Sekarang ternlasuk di Kecamatan Karawang Barat), dengan pusat kekuatan di ditempatkan di Desa Waringinpitu.

Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan kepada Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai angqapan bahwa tuqas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.

Demi menjaga keselamatan Wilayah Kerajaan Mataram sebelah barat, pada tahun 1628 dan 1629, bala tentara Kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan medan yang sangat berat. Sultan Agung kemudian menetapkan Daerah Karawang sebagai pusat logistik yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram serta harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang sehingga mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun pesawahan guna mendukung pengadaan logistik dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (belanda) di Batavia.

Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa Sari Galuh dengan membawa 1.000 prajurit dengan keluarganya menuju Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang dianggap gagal.

Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya langsung dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas keberhasilannya Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugrahi jabatan Wedana (Setingkat Bupati) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “Karosinjang”.
           

Setelah penganugrahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dahulu ke Galuh untuk menjenguk keluarganya.Atas takdir IIlahi Beliau kemudian wafat saat berada di Galuh.

Setelah Wiraperbangsa Wafat, Jabatan Bupati di Karawang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677.

Pada abad XVII kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram, dengan raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo. la tidak menginginkan wilayah Nusantara diduduki atau dijajah oleh bangsa lain dan ingin mempersatukan Nusantara.

Dalam upaya mengusir VOC yang telah menanamkan kekuasaan di Batavia, Sultan Agung mempersiapkan diri dengan terlebih dahulu menguasai daerah Karawang, untuk dijadikan sebagai basis atau pangkal perjuangan dalam menyerang VOC.

Ranggagede diperintahnya untuk mempersiapkan bala tentara/prajurit dan logistik dengan membuka lahan-Iahan pertanian, yang kemudian berkembang menjadi lumbung padi.

Tanggal 14 September 1633 Masehi, bertepatan dengan tanggal 10 Maulud 1043 Hijriah, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai Bupati Karawang yang pertama, sehingga secara tradisi setiap tanggal 10 Maulud diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang.

Berawal dari sejarah tersebut dan perjuangan persiapan proklamasi kemerdekaan RI, Karawang lebih dikenal dengan julukan sebagai kota pangkal perjuangan dan daerah lumbung padi Jawa Barat.

Dipandang sebagai obyek atau dalam kalimat keterangan penderita, atau “aku” yang bersifat pasif, atau dijadikan obyek pemahaman, atau yang dalam keadaan yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lain. Namun apabila diungkapkan dalam bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa, dalam keadaan yang bagaimanapun seorang manusia tidak akan pernah dapat menjadikan dirinya sendiri sebagai obyek sepenuhnya, karena dalam keadaan yang bagaimanapun manusia tetap merupakan subyek.

2.3 Manusia Sebagai Subjek Sejarah

Pelaku sejarah merupakan orang yang terlibat secara langsung dalam suatu peristiwa sejarah, sementara saksi sejarah merupakan orang yang mengetahui suaru peirtiwa sejarah meskipun tidak terlihat secara langsung (Kuntowijoyo, 2005:6). Manusia adalah objek sekaligus subjek sejarah. Pada satu sisi sejarah menceritakan tentang kisah kehidupan manusia pada masa lalu, sementara pada sisi yang lain kisah kehidupan manusia pada masa lalu tersebut dibuat oleh manusia. Bacalah Biografi Cut Nyak Dien Berikut

Cut nyak dien adalah seorang sosok pahlawan wanita dari aceh barat yang mendapat julukan srikandi Indonesia. Cut nyak dien anak dari teuku nan setia. Sedangkan ibunya anak bangsawan dari lampar. Kakaknya bernama teuku rakyat. Cut nyak dien dilahirkan tahun 1848.

MELETUSNYA ERANG ACEH MULAI TANGGAL 4 JUNI 1873

Suami cut nyak dien yang pertama adalah teuku Ibrahim  dari lamnga, anak dari teuku abas. Dan dikarunia anak perempuan kemudian di beri nama cut gambang. Suami cut nyak dien ditembak oleh belanda. Cut nyak dien menikah lagi dengan panglima perangnya bernama teuku umar. Teuku umar juga tertembak belanda pada tanggal 11 februari 1899 di ujung kala malaboh.

Pada tanggal 6 november 1905 cut nyak dien tertangkap oleh belanda. Pada saat itu mata cut nyak dien dalam keadaan tidak bias melihat (buta). Pada tanggal 11 desember 1906 dibuang ke seumedang bersama panglima dan seorang anak laki-laki berumur 15 tahun. Pada waktu gubernur jendral belanda. Waktu bupati sumedang pangeran surya aria atmaja. Untuk merawa cut nyak dien pangeran surya atmaja menyerahkan cut nyak dien ke K.H Sanusi. Pada waktu itu rumahnya kecil. Setelah satu tahun merawat 1 tahun K.H Sanusi meninggal pada tahun 1967 dan dimakamkan di gunung puyuh sumedang.

Kemudian cut nyak dien diurus oleh anak K.H sanusi yaitu H.Husna. semua kepentingan cut nyak dien sangat diperhatikan pangeran aria suriiatmaja. waloupun mata cut nyak dien tidak bias melihat tapi cut nyak dien bisa mengajarkan ibu-ibu mengaji, maka cut nyak dien di beri julukan ibu perbu/ ibu ratu masyarakat. Cut nyak dien sangat dekat dengan siti khodijah (anak dari H. Husna). Pada tahun 1967 siti khodijah meninggal dan dimakamkan di gunung puyuh. Setelah cut nyak dien meninggal 1908 teuku nana tetap tinggal di sumedang. Dan menikah dengan orang cipada bernama iyoh dan mempunyai tiga orang anak

1.     Maskun

2.     Ninih

3.     Sahria.

Dan pada tahun 1930 teuku nana, istri dan anaknya pulang ke aceh dan tidak kembali.

Rumah bekas cut nyak dien beukuran 12 x14 m. tinggi 1m , kamar tidurnya 3 x 5m,  ranjangnya berukuran 2 x 2m, kemudian pada tahun 1962 Rd oemar Sumantri, anak siti khodijah member ijin untuk upacara sederhana mengenang jasa cut nyak dien pada tahun 1972 makam cut nyak dien direnovasi oleh bustanil arifin.

Pada tahun 2008 berdirilah KAMAS( keluarga masyarakat aceh) Ir rusdi abdul thalib sebagai ketuanya dan kerjasama dengan pemerintah daerah sumedang. Bila ingin mengetahui lebih lanjut sejarah CUT NJA DIEN dating saja ke makam gunung puyuh, karena disana terdapat makam CUT NJA DIEN, kemudian tanyakan pada juru kuncinya.

Dalam Konteks kekinian, kita perlu membaca, menyimak, dan kalau perlu membaca serta mengkaji kisah-kisah kehidupan pada masa lalu. Pemahaman terhadap nilai sejarah tergantung pada pemahaman terhadap suatu peristiwa sejarah. Pemahaman sejarah amat penting dimiliki oleh setiap manusia, mengingat keberadaannya dalam arus dimensi waktu.

2.4 Historisitas Manusia

Kesadaran sejarah, yang dalam ilmu sejarah disebut dengan historisitas, adalah gambaran tingkat kesadaran suatu kelompok masyarakat terhadap arti penting masa lalu. Gambaran ini akan terlihat dari cara memandang masa lalu itu sebagai suatu hal yang penting untuk diungkapkan secara benar. Berbagai kepentingan dapat saja memboncengi pengungkapan masa lalu itu, seperti untuk kepentingan politik dalam menjaga legitimasi suatu golongan dalam masyarakat, mungkin untuk tujuan mengukuhkan keberadaan suatu ideologi atau kepercayaan tertentu ataupun sekedar memperoleh kenikmatan kenangan masa lalu. Pengungkapan sejarah masa lalu (historiografi) dari suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kesadaran sejarah yang mereka miliki, karena, baik bentuk ataupun cara pengungkapannya, akan selalu merupakan ekspressi kultural dan pantulan keprihatinan sosial masyarakat yang menghasilkan sejarah itu sendiri (Taufik Abdullah,1985:XX ; Sartono, 1982:16).

Manusia adalah pelaku sekaligus pembuat sejarah. Historisitas manusia seperti itu pada dasarnya merupakan gambaran tentang bagaimana cara manusia berekstensi dalam kehidupannya di dunia ini. Pemahaman tentang historisitas manusia amat penting bagi kita dalam kaitanya dengan usaha untuk membangun kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah mengandung arti :

a. kesadaran akan pentingnya dan berharganya waktu untuk di manfaatkan sebaik-baiknya,

b. kesadaran akan terjadinya perubahan yang berlangsung secara terus menerus sepanjang kehidupan umat manusia.

c. keasadaran akan pentingnya kemampuan untuk mengidentifikasi nilai-nialai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah

kesadaran sejarah yang kita miliki memungkinkan kita untuk selalau berjuang mencapai kehidupan yang semakin sempurna.  

Untuk memahai historisitas manusia, simaklah bacaan berikut.

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang olehAmerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur lautSaigonVietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Pada tanggal 10 Agustus 1945Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepangmasih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol no. 1.Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Keesokan harinya Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Para pemuda pejuang termasuk Chaerul saleh, Sukarni, Wikana, Shodanco Singgih dan pemuda lainnya membawa soekarno, beserta fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan dan hatta ke rengasdengklok yang kemudian dikenal dengan peristiwa rengasdengklok.

Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Dan Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan.

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, Lalu bertemu dengan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.

Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh SoekarniB.M. Diah, Sudiro dan Sayuti Melik. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Dan Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik milik Mayor Dr. Hermann Kandeler (dari kantor perwakilan AL Jerman). Dan  pembacaan proklamasi dilakukan dikediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain SoewirjoWilopoGafar PringgodigdoTabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan oleh seorang prajurit PETA yaitu Latief Hendraningrat dibantu oleh Soehoed dan seorang pemudi membawa nampan berisi bendera Merah Putih . Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempersiapkan kemerdekaan, menyatakan kemerdekaan , dan sekaligus mempertahankan kemerdekaan merupakan sebuah peristiwa ssejarah yang hanya mungkin terjadi karena para pejuan kita memiliki kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah yang kita miliki meman akan memberikan bekal kepada kita untuk membangun konsep bahwa manusia adalah makhluk pejuang dan sekaligus makhluk pembangun. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk historis.

 

 

 

 

 

 

Bab III

Penutup

 

3.1 Kesimpulan

Manusia dalam proses sejarah selalu menempatkan diirnya sebagai objek sekaligus subjek sejarah. Keberadaan manusia sebagai makhluk sejarah, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan manusia menciptakan dunianya. Heraty mengungkapkan, bahwa manusia mampu menciptakan dunia kultural, suatu Lebenswelt. Melalui kemampuan merenung yang dimiliki manusia dapat menciptakan dunia Eigenwelt, dunia batin. Melalui dimensi Eigenwelt, manusia tidak hanya dapat mengambil jarak dengan sesuatu di luar dirinya. Manusia juga dapat mengambil jarak dengan dirinya sendiri.

Objek sejarah yaitu perubahan atau perkembangan aktivitas manusia dalam dimensi waktu (masa lampau). Pelaku sejarah merupakan orang yang terlibat secara langsung dalam suatu peristiwa sejarah, sementara saksi sejarah merupakan orang yang mengetahui suaru peirtiwa sejarah meskipun tidak terlihat secara langsung (Kuntowijoyo, 2005:6).

Manusia adalah pelaku sekaligus pembuat sejarah. Historisitas manusia seperti itu pada dasarnya merupakan gambaran tentang bagaimana cara manusia berekstensi dalam kehidupannya di dunia ini.

Kesadaran sejarah yang kita miliki meman akan memberikan bekal kepada kita untuk membangun konsep bahwa manusia adalah makhluk pejuang dan sekaligus makhluk pembangun. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk historis.

3.2 Saran

Kurangnya pemahaman tentang peran manusia dalam sejarah menjadikan materi ini sangat sulit didapat baik di media online maupun pustaka. Untuk itu, bagi setiap pengajar agar memberikan materi yang sangat detail kepada murid karena minimnya informasi yang di dapat.

 

 

Daftar Pustaka

Arif, Muhammad.2011. Pengatar Kajian Sejarah. Bandung: Yrama Widya.

http://www.marxists.org/indonesia/archive/plekhanov/1898PeranIndividu.htm

Irhas ahmad. http://irhashshamad.blogspot.com/2009/02/islam-dan-awal-kesadaran-sejarah.html

http://hapsaridn.wordpress.com/2011/12/21/peran-manusia-dalam-gerak-sejarah/

 

 

 

 Image

Tinggalkan komentar